Detail Masalah


Tupiet Rianty Ceger Cipayung 2022-10-03

Judul :

fidusia

Uraian Singkat :

Bagaimana cara menanyakan fidusia itu benar terdaftar di kantor fidusia ini ? & apa efek dari setelah mengetahui bahwa fidusia itu tidak di daftarkan oleh pihak lising ?


Jawaban

Terimakasih, telah menghubungi layanan Hai Penyuluh..

Pada dasarnya, sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (3) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UUJF”), jaminan fidusia baru lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia dan kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate executie), seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.

Selain itu, untuk pembebanan jaminan fidusia, Pasal 5 ayat (1) UUJF mengamanatkan Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia., saat ini, banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia, namun ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan.

Namun, sesuai dengan amanat UUJF, untuk mendapat perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam UUJF, pembebanan benda dengan akta jaminan fidusia harus dibuat dengan akta otentik dan dicatatkan dalam Buku Daftar Fidusia. Jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi, hak-hak kreditur tidak mendapat perlindungan sebagaimana disebutkan dalam UUJF.

Dalam hal debitur meninggal dunia, sedangkan jaminan fidusia belum didaftarkan, pada dasarnya, terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia  di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi langsung. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Selain itu, bank sebagai kreditur menjadi tidak memiliki hak didahulukan (lihat Pasal 27 ayat [1] UUJF) terhadap kreditur lain dalam pengembalian pinjamannya karena penjaminan secara fidusia dianggap tidak sah jika tidak didaftarkan.

Keuntungan Jaminan Fidusia

Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UU 42/1999”), jenis perjanjian yang dapat menggunakan fidusia sebagai jaminannya adalah setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda jaminan fidusia.

 

Jaminan fidusia sendiri adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.

 

 

Dalam UU 42/1999, keutamaan ini berbentuk hak mendahulu. Hak yang didahulukan berbentuk hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak ini tidak akan hapus dengan adanya kepailitan dan/atau likuidasi pemberi fidusia (debitur).

 

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka suatu perjanjian dengan jaminan fidusia memang efektif untuk memberikan perlindungan untuk kepentingan kreditur, karena memberikan penerima fidusia (kreditur) kedudukan yang diutamakan terhadap para kreditur lainnya.

 

Jaminan Fidusia Ketika Debitur Wanprestasi

Pasal 15 ayat (2) UU 42/1999 menerangkan bahwa sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Patut diperhatikan bahwa frasa “kekuatan eksekutorial” dan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” diputus bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (“UUD 1945”) dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cedera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap." Hal ini diputus oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019 (hal. 125).  

 

Selain itu, apabila debitur cedera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.

 

 

Namun dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang sama, frasa “cedera janji” diputus bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa “adanya cedera janji tidak ditentukan secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya cedera janji

 

Berdasarkan uraian tersebut, bentuk wanprestasi dalam perjanjian jaminan fidusia pun harus disepakati bersama antar para pihak atau melalui upaya hukum lain untuk menentukan bahwa debitur cedera janji, dan tidak boleh dinyatakan secara sepihak.

 

Selain itu, adanya sertifikat jaminan fidusia tidak serta merta membuat penerima fidusia dapat langsung mengeksekusi objek jaminan. Mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi sertifikat selayaknya eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tetap harus dilakukan, jika tidak ada kesepakatan mengenai cedera janji dan debitur keberatan menyerahkan objek jaminan secara sukarela.

Demikian jawaban dari kami semoga membantu..